Perbandingan Organisasi KPK yang Sekarang dengan Sejarah KPK
Bila kita bandingkan kepemimpinan KPK dulu dan sekarang
memiliki sejumlah perbedaan, baik gaya dan cara penanganan
korupsi. Kepemimpinan KPK dulu yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah pada masa Tauqurrahman
Ruki (2003-2007), Antasari
Azhar (2007-2009), Tumpak Hatorangan Panggabean (Plt, 2009-
2010) dan pada masa Busyro Muqoddas (2010-2011). Sedangkan
kepemimpinan KPK sekarang adalah pada masa Abraham Samad
(2011-2015).
Mereka datang ke KPK dengan background, pengalaman, dan
pendidikan yang berbeda. Sesuai pengamatan penulis, pimpinan
KPK dulu tampak lebih matang dari segi pengalaman. Antasari Azhar
misalnya terlihat begitu berwibawa ketika mengumumkan seseorang
sebagai tersangka.
Lain halnya dengan pimpinan KPK sekarang, yaitu Abraham Samad
terlihat tidak begitu berwibawa. Misalnya, saat ia mengumumkan
Angelina Sondakh, wajahnya tampak serius, tapi beberapa saat
kemudian ia tertawa di layar kaca.
Pimpinan KPK dulu dalam menetapkan status sebagai tersangka
kepada seseorang tidak terlalu lama.Dalam waktu kurang dari satu
bulan telah dinaikan status tersangka seseorang ke tingkat bulan telah dinaikan status tersangka seseorang ke tingkat
penyidikan. Agak berbeda dengan pimpinan KPK sekarang,
seseorang dibiarkan menyandang status tersangka sampai berbulanbulan
bahkan sampai hitungan tahun.
Contohnya mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo(sejak November 2011); Direktur PT. Soegih Interjaya yang merupakan mantan rekanan Pertamina, Willy Sebastian Liem (sejak Januari 2012); mantan ketua BPK, Hadi Purnomo (sejak April 2014); mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari (sejak April 2014); mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali ( sejak Mei 2014). Rentang waktu penetapan tersangka yang begitu lama menunjukan bahwa kinerja pimpinan KPK sekarang tidak berbeda atau bahkan tidak lebih baik daripadakepolisian dan kejaksaan dalam menuntaskan masalah korupsi. Kekurangan penyidikdi KPK seharusnya tidak menjadi alasan. Ini adalah hal klasik sebagai pembelaan diri. Penyidik di kepolisian atau kejaksaan cukup tersedia. Mengapa pimpinan KPK dulu tak pernah mengeluh kekurangan penyidik, lalu pimpinan KPK sekarang banyak berkeluh-kesah tentang kekurangan penyidik? Mungkin hambatannya karena komunikasi pimpinan KPK sekarang dengan kepolisian dan kejaksaan tidak sebaik pimpinan KPK dulu. Perbedaan lainnya, masyarakat yang mendukung dan membenci pimpinan KPK sekarang ini muncul secara bersamaan. Anehnya, kebencian masyarakat ditujukan dalam bentuk laporan kepada semua pimpinan KPK.
Abraham Samad dilaporkan oleh Muhammad Yusuf Sahide karena dianggap melanggar UU KPK pasal 36 dan 65; Bambang Widjojanto dilaporkan olehSugianto Sabran atas kasus kesaksian palsu; Adnan Pandu Praja dilaporkan Mukhlis Ramlan atas dugaan merampas saham PT. Daisy Timber; Zulkarnaen dilaporkan oleh Aliansi Masyarakat Jawa Timur terkait dengan penerimaan suap P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) saat Zulkarnaen menjabat sebagai kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Apa yang sedang terjadi di KPK? Benarkah ada pelemahan? Bila dicermati, pimpinan KPK sekarang belum memiliki kekuatan seperti pendahulu-pendahulunya dalam menstabilkan KPK. Konsolidasi ke dalam dan komunikasi nampaknya menjadi penyebab utama. Konsolidasi internal KPK sepertinya tidak berjalan dengan baik, sehingga menyebabkan sejumlah mantan penyidik KPK “bernyanyi” di luar. Misalnya komisaris Hendy F. Kurniawan, mantan penyidik KPK yang mengundurkan diri tahun 2012 “bernyanyi” di luar bahwa dalam kasus Miranda Swara Goeltom dan Angelina Patricia Pingkan Sondakh, Abraham Samad menetapkan keduanya sebagai tersangka tidak melalui Standard Operating Procedure (SOP). Pada tahun 2015 ini muncul lagi nyanyian dari mantan penyidik KPK (2004-2009), AKBP Irsan. Ia kecewa dengan manuver Abraham Samad jika benar yang disampaikan oleh Pelaksana tugas (Plt) Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, bahwa Abraham Samad sebanyak enam kali bertemu petinggi parpol. "Terus terang sebagai eks penyidik KPK saya kecewa dengan manuver AS. Seharusnya, sebagai pimpinan KPK, segala tindakannya harus berlandaskan kepada Undang-Undang KPK," ujar AKBP Irsan. Komunikasi dan konsolidasi yang tidak dibangun dengan baik oleh Komunikasi dan konsolidasi yang tidak dibangun dengan baik oleh pimpinan KPK menyebabkan KPK sangat mudah goyah ketika menghadapi badai, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
Kekuatan utama suatu organisasi atau lembaga terletak pada pimpinannya, yang mampu melakukan komunikasi dan konsolidasi dengan baik. Jika pimpinan kuat, pasti organisasi atau lembaga seperti KPK akan kuat. Dari segi etika, KPK sekarang mendapat banyak hujan kritikan dibanding pimpinan KPK sebelumnya. Ini menunjukan bahwa kekuatan pimpinan KPK tidak cukup hanya menyandang status berani dan “bersih”,tapi juga harus beretika dan bermental baja. Jumat 23 Januari 2015, pimpinan KPK, Abraham Samad, saat memberi keterangan di depan gedung KPK terlihat berurai air mata. Seorang pemimpin jika menangis di depan orang yang dipimpinnya apalagi di depan seluruh rakyat Indonesia menunjukan bahwa ia adalah seorang pemimpin yang lemah dan bermental kerupuk. Sebagai lembaga penegak hukum, hendaknya KPK menjadi kuat karena hukum, dan menyelamatkan (save) bangsa Indonesia dari bahaya korupsi melalui kepemimpinan KPK yang beretika, bermental baja, tidak superior dan tidak berada di atas hukum.
Source:
http://www.kompasiana.com/solemanmontori/beda-kepemimpinan-ketua-kpk-dulu-dan-sekarang_54f3616f7455139d2b6c73a1
Contohnya mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo(sejak November 2011); Direktur PT. Soegih Interjaya yang merupakan mantan rekanan Pertamina, Willy Sebastian Liem (sejak Januari 2012); mantan ketua BPK, Hadi Purnomo (sejak April 2014); mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari (sejak April 2014); mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali ( sejak Mei 2014). Rentang waktu penetapan tersangka yang begitu lama menunjukan bahwa kinerja pimpinan KPK sekarang tidak berbeda atau bahkan tidak lebih baik daripadakepolisian dan kejaksaan dalam menuntaskan masalah korupsi. Kekurangan penyidikdi KPK seharusnya tidak menjadi alasan. Ini adalah hal klasik sebagai pembelaan diri. Penyidik di kepolisian atau kejaksaan cukup tersedia. Mengapa pimpinan KPK dulu tak pernah mengeluh kekurangan penyidik, lalu pimpinan KPK sekarang banyak berkeluh-kesah tentang kekurangan penyidik? Mungkin hambatannya karena komunikasi pimpinan KPK sekarang dengan kepolisian dan kejaksaan tidak sebaik pimpinan KPK dulu. Perbedaan lainnya, masyarakat yang mendukung dan membenci pimpinan KPK sekarang ini muncul secara bersamaan. Anehnya, kebencian masyarakat ditujukan dalam bentuk laporan kepada semua pimpinan KPK.
Abraham Samad dilaporkan oleh Muhammad Yusuf Sahide karena dianggap melanggar UU KPK pasal 36 dan 65; Bambang Widjojanto dilaporkan olehSugianto Sabran atas kasus kesaksian palsu; Adnan Pandu Praja dilaporkan Mukhlis Ramlan atas dugaan merampas saham PT. Daisy Timber; Zulkarnaen dilaporkan oleh Aliansi Masyarakat Jawa Timur terkait dengan penerimaan suap P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) saat Zulkarnaen menjabat sebagai kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Apa yang sedang terjadi di KPK? Benarkah ada pelemahan? Bila dicermati, pimpinan KPK sekarang belum memiliki kekuatan seperti pendahulu-pendahulunya dalam menstabilkan KPK. Konsolidasi ke dalam dan komunikasi nampaknya menjadi penyebab utama. Konsolidasi internal KPK sepertinya tidak berjalan dengan baik, sehingga menyebabkan sejumlah mantan penyidik KPK “bernyanyi” di luar. Misalnya komisaris Hendy F. Kurniawan, mantan penyidik KPK yang mengundurkan diri tahun 2012 “bernyanyi” di luar bahwa dalam kasus Miranda Swara Goeltom dan Angelina Patricia Pingkan Sondakh, Abraham Samad menetapkan keduanya sebagai tersangka tidak melalui Standard Operating Procedure (SOP). Pada tahun 2015 ini muncul lagi nyanyian dari mantan penyidik KPK (2004-2009), AKBP Irsan. Ia kecewa dengan manuver Abraham Samad jika benar yang disampaikan oleh Pelaksana tugas (Plt) Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, bahwa Abraham Samad sebanyak enam kali bertemu petinggi parpol. "Terus terang sebagai eks penyidik KPK saya kecewa dengan manuver AS. Seharusnya, sebagai pimpinan KPK, segala tindakannya harus berlandaskan kepada Undang-Undang KPK," ujar AKBP Irsan. Komunikasi dan konsolidasi yang tidak dibangun dengan baik oleh Komunikasi dan konsolidasi yang tidak dibangun dengan baik oleh pimpinan KPK menyebabkan KPK sangat mudah goyah ketika menghadapi badai, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
Kekuatan utama suatu organisasi atau lembaga terletak pada pimpinannya, yang mampu melakukan komunikasi dan konsolidasi dengan baik. Jika pimpinan kuat, pasti organisasi atau lembaga seperti KPK akan kuat. Dari segi etika, KPK sekarang mendapat banyak hujan kritikan dibanding pimpinan KPK sebelumnya. Ini menunjukan bahwa kekuatan pimpinan KPK tidak cukup hanya menyandang status berani dan “bersih”,tapi juga harus beretika dan bermental baja. Jumat 23 Januari 2015, pimpinan KPK, Abraham Samad, saat memberi keterangan di depan gedung KPK terlihat berurai air mata. Seorang pemimpin jika menangis di depan orang yang dipimpinnya apalagi di depan seluruh rakyat Indonesia menunjukan bahwa ia adalah seorang pemimpin yang lemah dan bermental kerupuk. Sebagai lembaga penegak hukum, hendaknya KPK menjadi kuat karena hukum, dan menyelamatkan (save) bangsa Indonesia dari bahaya korupsi melalui kepemimpinan KPK yang beretika, bermental baja, tidak superior dan tidak berada di atas hukum.
Source:
http://www.kompasiana.com/solemanmontori/beda-kepemimpinan-ketua-kpk-dulu-dan-sekarang_54f3616f7455139d2b6c73a1
Komentar
Posting Komentar