Penanganan Manajemen Konflik PT Pertamina (persero) Tbk
Manajemen Konflik
Manajemen konflik (Wirawan, 2010:129) merupakan proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga yang menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan. Manajemen konflik bisa dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik ataupun pihak ke tiga untuk menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Manajemen konflik merupakan proses penyusunan strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemeni, mengendalikan, mengubah konflik menjadi menguntungkan. Organisasi harus belajar dari konflik yang terjadi didalam organisasi.
Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat.
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan.
Berikut ini adalah contoh kasus Penanganan Manajemen Konflik/Krisis PT Pertamina :
Tidak ada satupun perusahaan yang mampu mengelak krisis. Krisis bisa berasal dari internal maupun eksternal perusahaan, sehingga tidak ada satupun perusahaan yang tidak rentan terkena krisis. Krisis juga merupakan hal yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan perusahaan, apabila tidak diselesaikan dengan tepat maka akan timbul berbagai konflik dalam perusahaan.
Seperti yang terjadi pada perusahaan minyak dan gas bumi yang bergerak di Eksplorasi, Eksploitasi dan Produksi minyak mentah yakni PT Pertamina EP. Kasus penjarahan minyak mentah yang terjadi di Jalur Pipa Tempino-Plaju yang menghubungkan antara Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi ternyata menghadapkan PT Pertamina EP pada situasi krisis. Kecanggihan teknologi telekomunikasi dan media komunikasi dewasa ini, telah membuat perusahaan tidak dapat lagi menyembunyikan suatu krisis dari telinga pers. Beberapa upaya dilakukan untuk meminimalisir aksi penjarahan minyak, namun prosentase angka penjarahan minyak mentah khsusnya di jalur Tempino-Plaju semakin mengkhawatirkan. Puncaknya pada tanggal 03 Oktober 2012 terjadi ledakan dan kebakaran akibat aktivitas penjarahan minyak dan menimbulkan korban jiwa yang juga oknum pencuri. Peristiwa tersebut menjadi trigger dari kasus-kasus penjarahan minyak mentah yang dialami oleh PT Pertamina EP sebelumnya. Dalam hitungan detik, berita mengenai peristiwa ledakan dan kebakaran yang diakibatkan oleh aksi penjarahan minyak tersebar ke berbagai penjuru dunia dan menyebabkan penanggulangan krisis menjadi tidak lebih mudah.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi komunikasi krisis yang dilakukan oleh fungsi public relations PT Pertamina EP dalam menyelesaikan krisis pada kasus penjarahan minyak mentah di Jalur Pipa Tempino-Plaju. Tentunya untuk menanggulangi krisis diperlukan suatu perencanaan krisis yang dapat merespon, menghadapi dan menangani krisis dengan cepat dan tepat, yang didalamnya memasukkan faktor komunikasi sebagai bagian penting dalam penyelesaian krisis.
Untuk melihat Strategi Komunikasi Krisis yang dilakukan fungsi Public Relations PT Pertamina EP maka akan dilihat berdasarkan tahapan krisis berdasarkan empat tahapan krisis konsep Steven Fink (dalam Putra 2008) dan strategi komunikasi krisis disetiap tahapannya akan dikaji menggunakan Teori Coombs (1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi krisis yang dilakukan oleh fungsi public relations PT Pertamina EP dalam kasus penjarahan minyak mentah yakni mengimplementasikan strategi komunikasi excuse, ingratiation justification, corrective action, full apology dan attack the accuser. Namun, tidak untuk menerapkan strategi komunikasi Denial, karena melihat skala krisis yang memang membutuhkan dukungan dari berbagai banyak pihak.
Source:
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=64483
http://puspitaft.blogspot.co.id/2016/03/manajemen-konflik-contoh-kasus.html
Komentar
Posting Komentar